Saturday, September 27, 2008

Ketika kami harus memilih ... .. .

Sahabat semua, lama kita tidak berjumpa, di bulan penuh Rahmat ini saya ingin berbagi testimoni dari seorang Ibu yang luar biasa dan keluarganya yang punya teladan luar biasa buat kita semua.

Memang agak panjang, tapi luangkan waktu dan Anda pasti mendapat sesuatu hikmah dari sharing ini. Saya pribadi mengucapkan terimakasih untuk kesediaan Ibu berbagi :).
(nb : Ibu Ietje ada beberapa bagian saya edit tapi tidak mengurangi esensinya :) )

Dear teman-teman dan sahabat tersayang....

Mohon maaf sebelumnya, saya baru hari ini dapat menjawab email dan beberapa sms simpati yang saya terima, sehubungan dengan kejadian luar biasa yang menimpa putri tercinta kami, R.A. Granita Ramadhani, pada hari Selasa tanggal 2 September 2008 sekitar jam 18.35-18.40 di lokasi jembatan penyebarangan depan gedung DPR/MPR – Jalan Gatot Subroto Jakarta.

Kejadian itu memang di luar dugaan kami, karena seperti biasa, putri kami (panggilan sayangnya adalah Dhani) yang bertugas sebagai jurnalis Hukum-online di Gedung DPR, meliput berita-berita yang menjadi tugasnya. Sore itu, tidak seperti biasa, setelah peliputan sidang dia meliput ekstra wawancara. Dan setelah selesai, dia memutuskan untuk segera pulang ke rumah dengan menggunakan bus kota. Itu sebabnya dia memilih memintas melalui jembatan penyeberangan di depan gedung DPR/MPR. Saat itu, jembatan dalam keadaan sepi. Namun di pertengahan jembatan ada seseorang, menggunakan topi dan jaket, sedang berdiri. Dhani sudah merasa tidak enak, dan cukup aneh karena ada seseorang berdiri seperti menunggu.

Ketika dia melewati orang tersebut, Dhani sudah merasa akan terjadi sesuatu. Dan tiba-tiba orang tersebut mengikutinya ( seperti mengejar), lalu memukul bagian belakang tubuhnya. Dhani berbalik, dan menghindar, tetapi orang tersebut, yang tingginya hampir sama dengan anak saya berhasil merobohkan Dhani dan memukul serta menendang bagian perut dan dada. Lalu Dhani direbahkan di sisi jembatan, dengan kepala dibenturkan beberapa kali ke pinggiran jembatan ( sehingga terjadi luka dan memar di kiri atas kepala). Belum cukup dengan itu, pelaku masih berusaha mencekik Dhani beberapa kali sambil terus memukuli dan membenturkan kepala Dhani ke lantai dan sisi jembatan.

Kemudian, entah bagaimana, tiba-tiba Dhani merasakan sakit luar biasa di kepala, dan sesuatu yang basah mengalir di kepalanya. Lalu orang tersebut mengambil tasnya ( yang berisi handphone, voice recorder, dompet, data hasil wawancara dan dokumen penting yang diperolehnya untuk penulisan hasil liputan), sambil mengancam akan membunuhnya kalau Dhani melawan. Kelihatannya ini ancaman yang cukup serius, sehingga Dhani memutuskan untuk diam sejenak dan membiarkan pelakunya melarikan tas yang berisi data-data penting tersebut. Setelah merasa cukup kuat, Dhani baru berteriak minta tolong ( namun di situ tidak ada siapa-siapa), dan turun tangga menuju ke halte di bawah.

Pada saat itu ada beberapa orang di halte ( yang langsung berteriak panik dan berbagai reaksi kaget lainnya), dan ada yang bertanya , kenapa . Dhani hanya bisa mengatakan ,”Rampok ! Di atas”. Saat itu wajahnya sudah berlumuran darah, dan sudah membasahi pakaiannya. Melihat tidak ada yang bereaksi, Dhani mengambil inisiatif ingin membeli segelas aqua untuk membersihkan wajahnya ( terutama matanya yang sudah mulai mengabur tertutup cairan). Saat itu seorang bapak (yang kemudian kami ketahui bernama Bapak Solidri – dari Press Room DPR/MPR) mengenali Dhani dari ID-card Pers yang tergantung di lehernya, dan menegur Dhani...Atas kebaikan Bapak tersebut, Dhani berhasil menghubungi saya.

Saat itu, jam 18.45, saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah bersama suami saya. Ketika melihat nomor tidak dikenal di ponsel saya, perasaan saya sudah tidak enak. Suara Pak Solidri yang panik, dan kemudian teriakan Dhani yang bilang begini ,” Ibu...ini aku. Aku diserang...dipukuli...aku berdarah !”

Sedetik jantung saya nyaris berhenti. Lalu saya bertanya pelan (untuk tidak menimbulkan kepanikan) ,”Di mana ?”
“Di depan DPR, di jembatan penyebarangan, arah BPK”.
“Oke...kamu dengan siapa ? Ibu akan menuju ke sana sekarang.”
Telepon ditutup. Dan saya berbicara dengan suami yang duduk di sebelah saya dengan wajah gelisah.”Kenapa ?”
“Dhani diserang orang ! Di jembatan depan DPR. Kita sekarang ke sana. Yi, langsung belok ke kanan !” Saat itu kami di posisi dekat lampu merah Pondok Indah – Ciputat Raya. Seketika wajah suami saya pucat ( saya kuatir dia yang shock !).
“Siapa yang menyerang ?” suami saya bertanya panik (...dan pasti marah sekali...dia belum sekalipun menyakiti si Cantik kami..).
“Saya tidak tahu, Yah. Sekarang nggak usah dipikirin siapa yang menyerang, tapi kita ambil langkah dulu.”

Lalu saya telepon balik ke nomor tadi, dan berbicara dengan Pak Solidri. “Maaf, Pak. Bagaimana dengan kondisi anak saya ? Saya bisa minta tolong untuk menjaga anak saya ?”

Pak Solidri kedengaran panik. Dan menanyakan posisi saya, yang masih di sekitar Ciputat Raya arah Kebayoran Lama. Saat itu, waktu satu menit rasanya seperti berjam-jam. Saya hanya bisa berdoa ,”Ya, Allah...maafkan aku. Tidak bisa menjaga titipanMu. Apakah Engkau akan mengambil dia saat ini ? Seandainya Engkau berkenan, tolong jaga dia ya, Allah...Tolong jaga titipanMu. Aku tidak bisa menjaganya saat ini. Tolong kirimkan Malaikat-malaikatMu untuk menjagaNya”.

Beberapa menit kemudian, saya menelepon Pak Solidri lagi, dan mereka memutuskan untuk membawa anak saya ke rumah sakit terdekat.”Kami tidak bisa menunggu Ibu, terlalu lama. Pendarahannya luar biasa. Anak ibu ditusuk di kepala.”
“Ya, sudah...tolong dibantu Pak. Kami segera menuju ke RS Mintoharjo.”

Lalu saya menelepon seorang teman kantor , untuk minta bantuan teman yang memiliki akses di RSAL Mintoharjo, untuk persiapan di sana sebelum kami tiba. Saya juga minta bantuan teman yang memiliki akses ke Security untuk keamanan anak saya di lokasi. Suami saya meminta bantuan polsek terdekat di Tanah Abang. Dan setelahnya saya hanya bisa berdoa. Memohon kekuatan kepada Allah, terutama agar suami saya kuat menghadapi kejadian ini...(sepanjang sisa perjalanan dia panik dan sudah menduga hal-hal terburuk yang mungkin terjadi). Saya membesarkan hatinya, dan bilang ,”Tidak usah menduga-duga...kita serahkan kepada Allah. Semoga Allah masih menjaga Dhani”.

Sementara itu, suami saya terus menghubungi ponsel anak saya, dan aneh sekali, ponsel itu bisa menerima panggilan sehingga kami dapat memantau si pelaku, yang kemungkinan besar naik kendaraan umum ke arah Sudirman, dan kemudian beberapa teriakan-teriakan. Akhirnya saya mendengar suara, seseorang ( yang ternyata polisi lalulintas di daerah Tosari) yang sedang bertanya kepada si pelaku. Beberapa saat kemudian, suami saya mendapat telepon dari nomor ponsel anak saya, yang menanyakan apakah kami kehilangan sesuatu. Sungguh ajaib. Tangan Allah bermain di sini. Bagaimana mungkin dalam hitungan menit, pelaku sudah tertangkap. Jauh dari TKP, dan ditangkap oleh Polisi lalulintas yang sedang bertugas di dekat jembatan Tosari.

Saat itu saya sudah tiba di RSAL Mintoharjo, dan mendapati anak saya sedang terbaring di ruang UGD dan sedang dijahit bagian kepalanya. Saya melihat luka terbuka yang tidak rata, dan ada bagian daging / jaringan yang hilang dari keningnya. Dengan menguatkan hati (perut saya sudah sakit seperti dipilin), saya mencium anak saya dan memegang tangannya yang dingin dan tubuh yang menggigil (akibat shock kehilangan darah juga). Saya berbicara ke Dhani, “Ibu sudah di sini Cantik. Ibu jaga kamu.” Lalu saya panggil suami sebentar, dan saya lihat suami saya hanya bisa diam menahan tangis. Dia tidak lama di situ, karena kami harus berbagi tugas. Saya mendampingi anak saya, dan suami saya bertemu dengan pihak security dari kantor saya yang membantu mendampingi anak saya di RSAL bersama dengan para pengantar dari TKP.

Menit demi menit berlalu, saya tidak tahan lagi dan merasa akan pingsan. Beberapa orang menyarankan saya ke luar. Lalu saya ke luar dan terduduk di depan lobby. Saya harus kuat, agar dapat terus mendampingi anak saya. Masih banyak hal yang mesti dibereskan. Saya sempat beristirahat sebentar di ruang depan UGD, sambil mempersiapkan administrasi untuk perawatan di RS.

Tidak lama, kening anak saya sudah selesai dijahit ( dengan model seperti jahitan kasur Palembang...berkerut-kerut...karena jaringan yang robek tidak rata dan terpecah-pecah). Kami mendapat tempat di ruang rawat VIP, karena saya menginginkan anak saya dapat beritirahat dan memulihkan kondisinya.

Pada saat itu tim security dan lain-lain yang sudah berhasil menemukan pelaku, datang membawa barang bukti yang tadi sempat diambil paksa oleh pelaku. Saya mengecek barang bukti, dan semua lengkap (terutama data yang dibutuhkan anak saya), kecuali dompet yang berisi kartu identitas anak saya. Tim security dan polisi lalulintas yang menemukan pelaku, menanyakan kepada saya, mau diapakan si pelaku ?

Saat itu hati saya berperang : antara logika dan hati nurani.

Tadi saya sudah berdoa kepada Allah :” Ya, Allah...seandainya Engkau berkenan, kembalikanlah anak kami, titipanMu, dengan selamat. “ Sekarang anak saya sudah kembali dengan selamat. Bahkan barang-barang yang sangat berarti bagi pekerjaannya sudah ditemukan. Jadi saya mau menuntut apa lagi ? Mengenai cedera yang dialami anak saya, sudah ada dokter yang akan menangani. Mengenai dampak dan trauma psikologis yang dialaminya, barangkali masih bisa disembuhkan. Jadi mau apa lagi ?

Saat itu saya benar-benar dilematis. Saya harus memilih, apakah saya akan menggunakan kekuasaan dan kekuatan untuk menentukan nasib orang lain. Yang nota bene sudah menyakiti dan melukai anak saya. Apakah saya harus menjadi hakim bagi seseorang , yang mungkin tidak pernah memilih hidupnya menjadi seorang pelaku kejahatan ? Apakah saya harus menjadi algojo dan memberi vonis akhir bagi kehidupan seseorang ?

Saya hanya mampu berdoa ,”Berikan kekuatan kepadaku, ya Allah. Engkau telah mengembalikan dan mempercayakan kembali apa yang tadi aku minta. Berikan petunjukMu , ya Allah?”

Dalam hitungan detik, saya mampu mengambil keputusan. Saya katakan kepada pihak security yang mendampingi saya ,”Ya, sudahlah Pak. Saya sudah ikhlas. Saya sudah maafkan. Bawa saja dia. Lepaskan saja.”

Lalu saya berbalik kembali ke kamar perawatan anak saya. Tidak lama suami saya menyusul, dan menanyakan pendapat saya. Saya bilang ,”Yah...aku sudah ikhlas. Aku sudah maafkan. Kita sudah dapat Dhani kembali. Terserah Ayah mau bagaimana.”

Suami saya pergi ke luar. Menghadapi pelaku tersebut. Dan tidak lama kemudian kembali ke ruangan. “Sudah selesai. Sudah aku lepaskan. Tadi sudah aku kasih ongkos untuk dia pulang kampung. Jakarta sudah terlalu kejam untuk orang-orang yang tidak mampu beradaptasi. Lagi pula ini bulan Ramadhan.”

Saya memeluk suami saya. Kami sudah mendapatkan apa yang kami minta. Anak kami yang tercinta kembali dengan selamat, dengan luka di keningnya. Dengan luka di hatinya. Tapi dengan kehormatan yang tetap terjaga. Itu yang paling penting untuk kami berdua.

♥♥

Teman dan sahabat semua...

Barangkali akan banyak orang yang tidak mengerti jalan pikiran kami, teman-teman, keluarga, kenalan dan semua pihak yang mengenal kami termasuk pihak kepolisian yang sangat menyesalkan keputusan itu. Tapi kami berprinsip, ada saatnya kita menggunakan logika, dan ada saatnya kita menggunakan hati.

Kalau ditanya bagaimana hati saya, pastilah saya merasa sakit dan terluka. Tapi setelah saya merenung, saya yakin bahwa di balik semua ini pasti ada ‘pesan’ tertentu dari Allah Yang Maha Mengetahui. Apa yang harus saya dapatkan, dan bagaimana mendapatkan itu.

Satu hal yang jelas saya dapat adalah ‘keajaiban’ pertolongan Allah. Bagaimana mungkin, seluruh barang yang sangat penting bagi anak saya bisa kembali dengan utuh. Termasuk dompetnya yang ditemukan seseorang yang baik hati di dekat gedung GKBI. Juga, bagaimana tangan-tangan malaikatNya turun melalui orang-orang yang tidak kita duga. Ibu-ibu para joki 3-1 (Ibu Ana dan mbak Maya), pengemudi ojek yang langsung bereaksi mengejar pelaku, penjual aqua, staf Press Room yang kebetulan pernah melihat anak saya di ruang sidang DPR, rekan jurnalis yang kebetulan ada di dekat TKP, rekan-rekan dari Security TAG, dan banyak pihak lain yang tidak kami kenal sebelumnya.

Saya juga melihat, betapa berperannya fungsi SMS, yang pada saat diperlukan telah membantu saya mengirim informasi dan melakukan tindak lanjut yang penting. Sepanjang malam, hingga keesokan dan seterusnya...ucapan simpati, dukungan, doa...dari teman-teman, sahabat dan keluarga mengalir seperti banjir. Mengisi ruang hati saya, si Cantik kami, dan suami. Luar biasa...

Sungguh sebuah perjalanan yang menakjubkan.

Kami yakin, apa pun yang terjadi bukan sebuah cobaan atau musibah, tetapi sebuah proses pembelajaran untuk kita semua. Kami beruntung, memperoleh kesempatan mendapat pembelajaran ini bersama-sama dengan sahabat-sahabat yang menemani kami. Kami yakin, bahwa ini adalah bukti kasih sayang Allah kepada kami. Memberikan kami mata pelajaran pendahuluan, yang barangkali belum dipercayakan kepada orang lain. Satu hal yang menjadi pegangan saya adalah jangan pernah bertanya ,”Mengapa ?” dan menyesalinya. Tapi bersyukurlah, kita diberi kelebihan untuk menjalaninya, dan melewatinya...

Teman dan sahabat...saya percaya satu hal...

Nothing happens in God's universe by accident.Everyone that crosses our paths, has been there for a reason…


Jakarta, 5 September 2008

Love U Allz….
Salam sayang dari kami sekeluarga,

Ietje – Guntur – Dhani